Tiga Kecamatan Alami Defisit Gabah, Ini Kata DTHPKP Cianjur

Petani di Cianjur sedang panen padi di sawah. Esya | Pakar


CIANJUR – Sedikitnya ada tiga kecamatan yang mengalami defisit produksi gabah. Diduga kondisi tersebut terjadi akibat produktivitas tidak sebanding dengan tingkat konsumsi beras per-kapita. Tiga Kecamatan yang mengalami defisit produksi gabah tersebut, diantaranya Kecamatan Cianjur, Cipanas dan Sukanagara.


Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan dan Ketahanan Pangan (DTPHPKP) Kabupaten Cianjur, melalui Kepala Bidang (Kabid) Tanaman Pangan DTPHPKP Kabupaten Cianjur, Dandan Hendayana, membenarkan jika saat ini ada tiga wilayah kecamatan di Kabupaten Cianjur yang mengalami defisit gabah masing-masing Kecamatan Cianjur, Cipanas, dan Sukanagara.


Salah satu faktor penyebabnya yakni laju pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan kemampuan produksi gabah. “Memang defisitnya itu, dari konsumsi dengan produksi. Kenapa terjadi defisit? Pertama, jumlah penduduk melampaui kapasitas potensi gabah atau beras yang ada. Kemudian kedua masalah tingkat konsumsi rata-rata,” kata Dandan, kepada wartawan, Selasa (14/3/2023).


Dadang menjelaskan, seperti luas lahan sawah diwilayah Kecamatan Cianjur, saat ini hanya tersisa sekitar 1.000 hektare. Sementara jumlah penduduknya sekitar 200 ribu jiwa lebih. Kemudian diwilayah Kecamatan Cipanas, dengan luas lahan tersisa sekitar 45 hektare, harus bisa mengimbangi kebutuhan konsumsi sebanyak 200 ribu jiwa lebih. Dengan kondisi itu, maka beberapa wilayah yang defisit membutuhkan pasokan dari kecamatan lain yang produksinya cukup banyak.


“Hal ini memang sering terjadi, akibat dari mekanisme. Beras dari mana-mana datang ke Pasar Induk Cianjur, kemudian mayoritas diserap masyarakat Kecamatan Cianjur. Itu hal yang normal. Ada hukum ekonomi yang terjadi,” bebernya.


Menurutnya, antar kabupatenpun yang notabene kondisinya sama mengalami depisit. Salah satu contohna, seperti produksi beras dari Kabupaten Cianjur dikirim ke Jakarta, Karawang, dan beberapa daerah lain. Kondisi itu membuat perputaran beras terjadi antarwilayah. “Seperti kelangkaan beras yang terjadi saat ini sifatnya hanya sementara, karena nanti juga ada proses penyesuaian. Kalaupun ada fluktuasi harga, hal yang wajar. Naik jadi Rp12 ribu dalam kurun waktu satu atau dua bulan hal yang wajar,” ujarnya.


Dandan mengatakan memang ada instrumen-instrumen pengendalian harga beras seandainya terjadi penaikan harga atau terjadi defisit. Satu di antaranya keberadaan beras cadangan pangan pemerintah daerah (CPPD). “Memang itu (CPPD) kan tinggal dikeluarkan. Jadi sebetulnya tidak ada yang perlu dirisaukan kalau semua pemangku kebijakan paham aturan.” pungkasnya. SYA

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.