Pj ‘Mengabdi’ ke Siapa?

Redaktur Pelaksana Harian PAKAR, Roy Andi. IST

Teka-teki Penjabat (Pj) Wali Kota Bogor yang akan mengisi posisi pasangan Bima Arya dan Dedie A Rachim, sampai saat masih gelap dan belum terpecahkan, meski sejumlah nama sudah seliweran di pemberitaan media massa.
Jauh sebelum ke poin siapa yang bakal menjadi Pj Wali Kota Bogor.


Maka, kita dihadapkan dengan kondisi ‘bingung’ atas proses penunjukkan Pj baik di tingkatan gubernur atau kota/kabupaten, oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).


Apa sebenarnya yang menjadi dasar atau rujukan mereka (Mendagri) dalam menentukan posisi seseorang untuk menjadi Pj.


Tak usah jauh-jauh. Saat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil habis masa jabatannya dan digantikan oleh Bey Machmudin.


Jika kita search soal Bey ini, akan ditemukan perjalanan karier Bey di pemerintahan yang bisa dikatakan moncer.


Bey pernah menjabat sebagai Asisten Deputi Dokumentasi dan Diseminasi Informasi Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia.


Tahun 2015 ia dilantik oleh Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia (Mensesneg RI) Pratikno sebagai menjadi Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden Republik Indonesia (Setpres RI).


Empat tahun setelahnya pada tahun 2019 sampai 2020, ia sempat menjabat sebagai Komisaris PT Pertamina Patra Niaga.


Tahun 2021 tepatnya tanggal 20 Januari, Bey dilantik kembali oleh Mensesneg Pratikno menjadi Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Republik Indonesia.


Dan pada akhirnya ditunjuk sebagai Pj Gubernur Jabar. Melihat ini, tentu kita bertanya-tanya terkait Pj ini ternyata tidak usah orang yang pernah menjadi kepala daerah atau seorang ASN dengan pangkat tinggi.


Dan mudah-mudahan saja, Kemendagri dalam menetapkan Pj ini sudah melalui uji pemeriksaan yang komperhensif terkait rekam jejak dan kompetensinya.


Kemendagri sudah seharusnya menyaring, serta mencegah agar orang-orang yang memiliki latar belakang bermasalah agar tidak memegang jabatan publik tertentu, sehingga menghadirkan sosok berintegritas untuk memimpin suatu daerah yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat.


Kemudian, penunjukan Pj ke depannya sebaiknya melibatkan publik karena Pj yang sudah-sudah hampir semuanya tiba-tiba dilantik, dimana prosesnya saja tidak kita ketahui secara gamblang.


Poin lainnya, terutama dikaitkan dengan tahun politik. Maka, unsur konflik kepentingan tercium pada proses penunjukan Pj Kepala Daerah.


Jadi, apakah Pj yang ditunjuk ini berdasar pada kebutuhan rakyat di daerah, atau untuk kepentingan salah satu kelompok saja.
Mengutip pernyataan akademisi ternama Rocky Gerung, dijelaskannya jika pengangkatan Pj dilakukan tanpa melalui Pemilu.

Menurut Rocky, pejabat yang diangkat tentunya diduga akan mengabdi pada orang yang mengangkatnya.


Sementara jika dipilih oleh rakyat, setidaknya mereka akan sadar diri kemudian mengabdi kepada rakyat.


Terakhir, mudah-mudahan Pj Wali Kota Bogor yang nantinya akan ditunjuk menggantikan Bima Arya, bisa menjalankan program di Kota Hujan sesuai aturan, tanpa agenda-agenda terselubung, terutama untuk kepentingan pemilu di 2024. Semoga.(*)

Penulis:
Roy Andi
Redaktur Pelaksana Harian PAKAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.