‘Ogah’ Lengser Desember, Bima-Dedie Ajukan Gugatan ke MK

Wali Kota Bogor Bima Arya dan kuasa hukumnya saat berada di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, kemarin. IST

BOGOR – Wali Kota Bogor Bima Arya mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan yang dilakukan politisi PAN itu atas Pasal 201 ayat 5 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.


Undang-undang itu digugat karena dinilai merugikan para kepala daerah yang terpotong masa jabatannya.


Seperti diketahui, Bima dan wakilnya akan lengser pada Desember 2023 nanti dan diganti oleh Penjabat (Pj).


Namun jika ‘pensiun’ pada bulan tersebut, masa jabatan Bima dengan Dedie A Rachim akan terpangkas beberapa bulan.


Alasannya, Bima dilantik pada 20 April 2019. Artinya, genapnya jabatan lima tahun Bima dan Dedie sebagai kepala dan wakil kepala daerah di Kota Bogor seharusnya terjadi jatuh di bulan April 2024.


Karena itu gugatan itu pun dilayangkan. Selain Bima, gugatan itu diajukan oleh enam kepala daerah lain yang sama-sama menilai masalah pemotongan masa jabatan tersebut.


Enam kepala daerah itu antara lain eks gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Wakil Wali Kota Bogor Dedie Abdu Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa dan Wali Kota Tarakan Khairul.


“Kami para kepala daerah yang Pilkadanya 2018, meminta kejelasan berakhirnya masa jabatan. Diminta juga MK memberikan tafsir konstitusional UU Pilkada Ayat 1 Pasal 205,” tegas Bima, kepada wartawan, kemarin.


Kata Bima, terdapat kekosongan norma antara Pasal 201 Ayat 4 dan Ayat 5 UU Pilkada yang tidak jelas mengatur tentang akhir masa jabatan kepala daerah yang dipilih tahun 2018 dan baru dilantik pada 2019.


“Norma Pasal 201 Ayat 4 hanya mengatur rezim pemilihan kepala daerah dan tidak mengatur pelantikan kepala daerah,” tukasnya.


Karena itu, Bima merasa hak konstitusinya dirugikan, sehingga meminta MK segera mengeluarkan putusan dari gugatan yang dilayangkan sebelum akhir tahun.


“Kami berharap agar proses keputusan Yang Mulia Hakim Konstitusi bisa kami terima sebelum mendekati akhir tahun, karena Kemendagri akan memproses penunjukan nama pejabat kepala daerah,” kata Bima.

Bima Arya juga menilai ada kekosongan norma. “Dan kami pastikan tidak mengganggu keserentakan tadi, sebagai contoh pak Marten Taha Walikota Gorontalo ini yang paling ujung masa berakhirnya yaitu Juni 2024, artinya kalaupun Pilkadanya dimajukan di September maka Insya Allah tidak akan mengganggu tahap keserentakan tadi,” papar Bima.

Point berikutnya, Bima Arya melihat bahwa pejabat wali kota, bupati, hingga pejabat gubernur dalam hal ini merupakan langkah politik yang sifatnya lebih kepada kedarutatan, dalam rangka penyesuaian keserentakan.

“Artinya manakala siklus tidak mengganggu keserentakan, maka semestinya pejabat definitiflah yang lebih bisa menjalankan pemerintahan secara ideal,” imbuh dia.

Dalam hal ini, Bima Arya kembali menekankan hal yang dinilainya sangat penting, adalah penuntasan program kerja, dan janji politik terkait dengan haknya dan juga hak warga Kota Bogor.

Kedua, adalah memastikan kesinambungan perencanaan pembangunan pada tahun politik.

“Jadi ada rencana pembangunan jangka panjang 2020-2045, yang harus kami evaluasi dan diputuskan. Kalau dilakukan oleh Pejabat Wali Kota, pejabat Bupati tentu berbeda, saya kira itu pointnya,” ucapnya.

Diketahui, bunyi Pasal 201 ayat 5 UU No 10/2016 tentang Pilkada adalah, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023.

Maka, para pemohon menilai, mestinya memegang masa jabatan 5 tahun sebagaimana yang diatur dalam Pasal 162 ayat 1 dan ayat 2 UU No. 10 Tahun 2016. Para pemohon menilai mestinya masa jabatan kepala daerah tersebut terhitung dari tanggal pelantikan para pemohon.

“Ketentuan UU a quo telah melanggar hak konstitusional para pemohon untuk mendapatkan kepastian hukum. Para pemohon sebagai kepala daerah, harusnya mendapatkan kepastian, bahwa sebagai kepala daerah, mestinya memegang masa jabatan lima tahun sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016, yang dimulai dari tanggal pelantikan para pemohon, sesuai dengan Keputusan Pengangkatan para pemohon sebagai kepala daerah,” kata kuasa hukum pemohon dari Visi Law Office, Donal Faris, saat membacakan permohonan di MK, yang disiarkan di YouTube MK.

Diketahui Pemohon I, Gubernur Maluku Murad Ismail dilantik pada 24 April 2019, jika memegang masa jabatan 5 tahun, maka akan berakhir sampai 24 April 2024. Pemohon menilai dengan akan berakhirnya masa jabatan pada tahun 2023 sebagai akibat ketentuan Pasal 201 ayat 5 UU No. 10 tahun 2016 itu, maka masa jabatannya akan terpotong selama kurang lebih 4 bulan.


Sedangkan Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak dilantik pada 13 Februari 2019, jika memegang masa jabatan 5 tahun, maka akan berakhir sampai 13 Februari 2024. Emil Dardak menilai dengan berlakunya Pasal 201 ayat 5 UU No. 10 tahun 2016 yang mengakibatkan berakhirnya masa jabatannya pada tahun 2023, menyebabkan masa jabatannya terpotong selama kurang lebih 2 bulan.


Sementara Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor, Bima Arya dan Dedie A Rachim, dilantik pada 20 April 2019, jika memegang masa jabatan 5 tahun, maka akan berakhir sampai 20 April 2024. Namun dengan berlakunya Pasal 201 ayat 5 UU No. 10 tahun 2016, mengakibatkan berakhirnya masa jabatan Bima Arya dan Dedie pada tahun 2023, sehingga menyebabkan masa jabatannya terpotong selama kurang lebih 4 bulan.


Oleh karenanya para pemohon meminta MK menafsirkan tentang akhir masa jabatan kepala daerah yang dipilih pada Tahun 2018, namun baru dilantik pada tahun 2019. Sebab sekalipun para pemohon terpilih pada Pilkada 2018, namun harus menunggu pelantikan pada tahun 2019 dengan jadwal pelantikan yang berbeda-beda. Hal ini terkait penyesuaian akhir masa jabatan para kepala daerah periode sebelumnya yang harus menjabat selama 5 tahun.


Para pemohon mendalilkan, bagi kepala daerah yang telah habis masa jabatannya, maka pemerintah akan menunjuk penjabat kepala daerah dalam rentang waktu tertentu untuk mengisi kekosongan kepala daerah.


Menurut pemohon, pengisian penjabat adalah sesuatu yang sah dilakukan di dalam penyelenggaraan pemerintahan, tetapi pemohon meminta agar ada kepastian hukum terkait masa jabatan kepala daerah yang belum habis 5 tahun terhitung sejak pelantikan, dan belum melewati bulan November 2024 sebagai jadwal Pilkada serentak.=ROY

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.