
BOGOR – Hari ini Sabtu (6/2/2021), Kota Bogor memberlakukan penerapan sistem genap-ganjil bagi seluruh kendaraan yang memasuki Kota Bogor. Namun, pelaksanaan ganjil genap mendapat sorotan dan kritik karena dinilai tidak mempertimbangkan berbagai aspek, terutama sosialisasi belum maksimal kepada masyarakat.
Pengamat kebijakan publik, Yuska Apitya Aji mengatakan, keputusan Pemkot Bogor menerapkan kebijakan ganjil-genap setiap akhir pekan mulai Sabtu dan Minggu, bagi kendaraan roda dua maupun roda empat untuk mengurangi mobilitas warga di tengah peningkatan kasus virus corona baru sebaiknya mempertimbangkan banyak aspek.
“Apakah kebijakan sudah dipahami dan diketahui masyarakat Kota Bogor dan luar kota?. Mengingat tengat waktu masa sosialisasi dirasa sangat mepet. Regulasi jelas tidak akan berjalan efektif jika tingkat pemahaman masyarakat sangat rendah. Terlebih, pada akhir pekan, Kota Bogor menjadi destinasi bagi warga luar kota. Jika situasi dan kondisi ini tidak diantisipasi dengan baik, justru malah menambah potensi kerumunan dan kekacauan di titik-titik masuk (checkpoint) teritori,” tegasnya kepada pakuanraya.com, Sabtu (6/2/2021).
Lanjut Yuska, persoalan pandemi Covid-19 sebenarnya bukan saja problem yang dihadapi Kota Bogor. Pandemi ini sudah menjadi wabah yang skalanya bukan saja kota atau kabupaten, tetapi sudah skala nasional dan dunia. Jika melihat aspek teritori, Kota Bogor sudah seharusnya menjalin koordinasi dengan Ibukota Negara Jakarta, kemudian Depok, Tangerang, Kabupaten Bogor, Bekasi hingga Sukabumi. Regulasi apapun yang berkaitan dengan pengkarantinaan wilayah akan berjalan percuma jika tidak akan link and matched serta sinergitas antar kepala daerah tersebut.
“Kita bisa ambil contoh misalnya tingginya mobilitas warga Kota Bogor ke Jakarta setiap harinya dengan Kereta Commuterline. Kerumunan tak bisa terhindarkan. Kerumunan dan tingginya mobilitas ini jelas menjadi potensi penambahan angka positif warga antar wilayah di Jabodetabek. Ingat, tidak semua kantor di Jabodetabek memberlakukan Work From Home (WFH),” jelasnya.
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diputuskan oleh Pemerintah Pusat sebenarnya sudah tepat. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil jalan tengah. Tak mau mematikan kehidupan roda perekonomian, sementara protokol kesehatan (prokes) dijalankan secara ketat. Maka sistem ganjil genap di Kota Bogor ini harus mempertimbangkan berbagai aspek.
Lanjut Peneliti Universitas Pamulang (Unpam) ini, tingginya angka positif (positive rately) corona di Kota Bogor beberapa hari belakangan tak lebih disebabkan karena rendahnya kesadaran masyarakat menjalankan prokes. Minimnya pengawasan dan lemahnya sanksi pelanggar prokes menjadi pemantik dan evaluasi tersendiri. Kondisi ini membuat masyarakat abai. Tak jarang kita masih saja melihat warga yang bebas berkeliaran tanpa mengenakan masker. Padahal, hal-hal kecil seperti inilah yang membuat sebaran virus kian menggila.
“Kampanye 3M (Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) sudah sebaiknya digencarkan hingga tingkat sosio strata paling bawah yakni rumah ke rumah. Ultimum remedium bagi para pelanggar sebaiknya juga perlu dipertimbangkan jika dirasa teguran demi teguran sudah dilakukan berkali-kali oleh pelanggar yang sama. Percuma banyak regulasi diterbitkan jika 3M saja masih tak berjalan optimal, bahkan mandek,” tutupnya. RIF