CIBINONG – Kapolres Bogor, AKBP Rio Wahyu Anggoro meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor termasuk Pemprov Jawa Barat, untuk mengawasi setiap rumah sakit (RS) di daerahnya pasca kasus bayi tertukar terjadi di RS Sentosa, Kecamatan Kemang.
Rio menyebut bahwa pengawasan ketat yang dilakukan pemerintah akan membantu pihaknya dalam meminimalisir kasus serupa agar tidak terulang kembali.
“Kami memohon bantuan dari Pemda, dalam hal ini Pak Gubernur dan Pak Bupati bisa turun ke bawah mengecek rumah sakit yang ada di Kabupaten Bogor,” kata Rio kepada wartawan, Minggu (17/9/2023).
Menurutnya, kasus bayi tertukar yang muncul ke permukaan yang diawali dengan laporan masyarakat ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Bogor, menjadi perhatian luar biasa dari masyarakat.
Meski saat ini kedua bayi tertukar sudah kembali dengan orang tua kandungnya masing-masing, Rio mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya masih terus melakukan penyelidikan dan berencana melakukan pemanggilan Direktur Rumah Sakit Sentosa atas laporan dari kedua orang tua yang bayinya tertukar satu tahun lalu.
“Sekarang sudah 12 orang (diperiksa), delapan orang dari pihak rumah sakit, baik bagian legal terkait perizinan semua, lalu direkturnya akan kita panggil,” ungkapnya.
Dalam proses tersebut, Rio menerangkan bahwa pihaknya harus memiliki dua alat bukti untuk menaikkan perkara tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.
“Saya harus bisa mencari dua alat bukti. Sehingga naik sidik atau tidaknya, tergantung dari dua alat bukti, Insya Allah secepatnya akan saya umumkan,” jelasnya.
Diketahui, ibu kandung bayi tertukar yakni Siti Mauliah dan Dian Prihatini melaporkan manajemen Rumah Sakit Sentosa ke Polres Bogor pada Jumat (1/8/2023).
Kuasa Hukum Siti, Rusdy Ridho saat melapor di Mako Polres Bogor, menyebutkan bahwa tidak ada titik temu dalam mediasi antara Siti dan Djan dengan manajemen RS. Sehingga, keduanya memilih menempuh jalur hukum.
“Kami melaporkan mereka dengan UU Perlindungan Konsumen Pasal 62 karena yang akan kita sasar dalam laporan ini pelaku usahanya bukan individu dari perawatnya,” kata Rusdy.
Ia menyertakan barang bukti berupa hasil tes DNA dari Puslabfor yang memastikan bahwa dua bayi laki-laki dari Siti dan Dian tertukar usai proses persalinan.
Penawaran dari pihak RS Sentosa saat mediasi yaitu berupa bantuan kesehatan dan beasiswa anak hingga SMA. Namun, Siti dan Dian sepakat menolak tawaran tersebut.
“Yang mana itu semua sudah dijamin oleh negara. Setiap warga negara wajib BPJS, kemudian dari SD sampai SMA gratis di (sekolah, red) negeri,” papar Rusdy.
Sementara Kuasa Hukum Dian, Binsar Aritonang menyebutkan bahwa kliennya dan S merupakan sama-sama korban kelalaian RS Sentosa.
“Jadi saya rasa penawaran tersebut sudah patutnya kami tolak. Kami akan melakukan tuntutan pidana maupun perdata,” tandas Binsar. =MAM