BOGOR – Indonesia Police Watch (IPW) kembali mengeluarkan siaran pers terkait kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh anggota Polri.
Dalam siaran pers tersebut, IPW mengungkapkan bahwa setelah kasus di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah, saat ini kembali terjadi sebuah penanganan kekerasan di Desa Tanda, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah.
“Bahkan, dalam unjuk rasa menolak tambang emas PT Trio Kencana itu, satu warga bernama Erfaldi, 21 tahun, tewas tertembak oleh timah panas aparat,” ungkap Sugeng Tegung Santoso, Ketua IPW dalam siaran pers yang diterima media ini, Rabu (16/2/2022).
Dengan kejadian berulang ini, kata STS sapaan akrabnya, makan sudah saatnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi para Kapoldanya yang tidak mampu melaksanakan visi Polri Presisi.
“Apalagi, Kapolri telah menurunkan tim Propam Polri untuk mengusut tuntas peristiwa tersebut. Hal ini sejalan dengan tekad Kapolri yang telah meminta para Kapolda menindak tegas pelanggaran anggota yang melakukan kekerasan berlebihan melalui Surat Telegram bernomor ST/2162/X/HUK2.9/2021 tertanggal 18 Oktober 2021,” ungkap STS.
Ketua IPW ini membeberkan, ada 11 perintah dalam penanganan kasus kekerasan berlebihan anggota Polri yang harus dilaksanakan oleh Kapolda. Yakni, pertama, agar mengambil alih kasus kekerasan berlebihan yang terjadi serta memastikan penanganannya dilaksanakan secara prosedural, transparan dan berkeadilan.
Kedua, melakukan penegakan hukum secara tegas dan keras terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan berlebihan terhadap masyarakat.
“Yang ketiga, memerintahkan Kabid Humas untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara terbuka dan jelas tentang penanganan kasus kekerasan berlebihan yang terjadi,” tuturnya.
Yang keempat, lanjut STS, memberikan petunjuk dan arahan kepada anggota pada fungsi operasional khususnya yang berhadapan dengan masyarakat agar pada saat melaksanakan pengamanan atau tindakan kepolisian harus sesuai dengan kode etik profesi Polri dan menjungjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
Kelima, memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan tindakan upaya paksa harus memedomani SOP tentang urutan tindakan kepolisian sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Keenam, memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan kegiatan pengamanan dan tindakan kepolisian yang memiliki kerawanan sangat tinggi harus didahului dengan arahan pimpinan pasukan, latihan simulasi atau mekanisme tactical wall game untuk memastikan seluruh anggota yang terlibat dalam kegiatan memahami dan menguasai tindakan secara teknis, taktis dan strategi.
“Ketujuh, memperkuat pengawasan, pengamanan dan pendampingan oleh fungsi Propam, baik secara terbuka maupun tertutup pada saat pelaksanaan pengamanan unjuk rasa atau kegiatan upaya paksa yang memiliki kerawanan atau melibatkan massa. Kedelapan, mengoptimalkan pencegahan dan pembinaan kepada anggota Polri agar dalam pelaksanaan tugasnya tidak melakukan tindakan arogan, sikap tidak simpatik, berkata-kata kasar, penganiayaan, penyiksaan dan tindakan kekerasan yang berlebihan,” jelasnya.
Selanjutnya, kesembilan, memerintahkan fungsi operasional khususnya yang berhadapan langsung dengan masyarakat untuk meningkatkan peran dan kemampuan para first line supervisor dalam melakukan kegiatan pengawasan melekat dan pengendalian kegiatan secara langsung di lapangan.
Kesepuluh, memerintahkan kepada Direktur, Kapolres, Kasat dan Kapolsek untuk memperkuat pengawasan dan pengendalian dalam setiap penggunaan kekuatan dan tindakan kepolisian agar sesuai dengan SOP dan ketentuan yang berlaku.
Terakhir, ke-11 yakni memberikan punishment/sanksi tegas terhadap anggota yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin/kode etik maupun pidana khususnya yang berkaitan dengan tindakan kekerasan berlebihan, serta terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai tanggung jawabnya.
“Dalam unjuk rasa yang menewaskan Erfaldi pada Sabtu (12 Februari 2022), sudah 14 anggota Polri diperiksa oleh Propam Polda Sulteng. Disamping telah menyita 13 senjata yang digunakan oleh aparat kepolisian. Indonesia Police Watch (IPW) menilai pelaku penembakan harus dipecat dan diproses secara hukum. Disamping, memberikan sanksi berat teehadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian anggota saat mengamankan unjuk rasa,” tandas Sugeng Teguh Santoso. =FRI