CIBINONG – PT Sayaga Wisata, digugat penyedia jasa atau kontraktor yang mengerjakan proyek Hotel Sayaga, buntut dari pemutusan kontrak.
Kondisi itu diungkapkan anggota Komisi II DPRD Kabupaten Bogor, Ade Sanjaya. Menurutnya, gugatan tersebut menjadikan proyek Hotel Sayaga berstatus quo atau tetap tanpa ada perubahan dengan menyisakan sejumlah pekerjaan yang belum selesai.
“Pihak ketiga tidak terima telah diputus kontrak dalam pembangunan. Yang saya tahu jadi memang hari ini, statusnya status quo karena ada permasalahan antara sayaga dengan kontraktor. Yang mana kasusnya sekarang sedang di pengadilan,” kata Ade, Senin (26/12/2022).
Ade menyebut pemutusan kontrak kerja
yang dilakukan PT Sayaga Wisata kepada kontraktor yang diketahui adalah PT Mirtada Sejahtera itu, sangat wajar. Sebab, sudah beberapa kali pihak ketiga diberikan kesempatan namun tidak dapat menyelesaikan pembangunan hotel.
“Pihak sayaga sesuai aturan memutus kontrak. Setelah selesai putus, sisa pekerjaan itu harus dilelangkan kembali,” jelasnya.
Ade mengungkapkan, ada sekitar 10 persen pekerjaan yang terbengkalai atau tidak dapat dilanjutkan selama proses pengadilan berlangsung.
Untuk itu, pihaknya meminta persoalan tersebut segera diselesaikan. Agar Hotel Sayaga bisa beroperasi dan menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Kabupaten Bogor.
“Setelah pemutusan kontrak kami berkunjung kesana melihat eksisting di lapangan kurang lebihnya 10 persen belum selesai. Hotel sayaga ini perlu cepat selesai agar bisa beroperasi dan menghasilkan PAD,” ungkapnya.
Sekedar diketahui, proyek konstruksi Hotel Sayaga telah menelan APBD cukup besar, yakni Rp76 miliar. Pada APBD 2017, Pemkab Bogor mengucurkan anggaran sebesar Rp36,3 Miliar. Proyek tersebut dimenangkan oleh PT Amarta Karya.
Kemudian di APBD 2021, Pemkab Bogor kembali menggelontorkan anggaran untuk melanjutkan proyek konstruksi sebesar Rp39 miliar dan dikerjakan oleh PT Mirtada Sejahtera.
Selain pekerjaan konstruksi, Pemkab Bogor juga telah menghabiskan Rp8,5 miliar untuk pengadaan interior hotel tersebut, dan Rp 1,7 miliar untuk biaya konsultan pengawas.
Namun, Pemkab Bogor hanya menggelontorkan anggaran tanpa menerima deviden dari BUMD yang berdiri beberapa tahun lalu itu. =MAM