Oleh: Dr David Rizar Nugroho, MSi
Pemimpin Redaksi Harian PAKAR
Polresta Bogor Kota menetapkan lima orang tersangka pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023 pada jalur zonasi pekan.
Kelima tersangka terbukti memalsukan Kartu Keluarga (KK) agar calon siswa yang dibantunya masuk ke sekolah favorit. KK tersebut adalah KK palsu. Mereka mengganti tanda tangan Kadis Dukcapil, kemudian mengganti tanggal dikeluarkannya KK tersebut.
KK dipalsukan agar memenuhi syarat zonasi sebagai syarat mutlak calon peserta didik diterima. Penetapan lima tersangka ini meyakinkan kita semua bahwa memang ada yang tidak beres dalam PPDB tahun 2023 lewat jalur zonasi.
Yang diungkap oleh Polresta Bogor adalah PPDB untuk SMP di mana itu masih dalam koridor kewenangan Walikota Bogor, sementara PPDB SMA “aman aman” saja.
Kenapa? Karena SMA sekarang dalam kendali Dinas Pendidikan Provinsi di bawah kontrol Gubernur. Kita tahu bersama awalnya kasus ini karena adanya laporan dari orangtua/wali murid ke Pemkot Bogor yang menemukan banyak keganjilan terutama untuk PPDB sekolah-sekolah favorit. Walikota Bogor pun merespon aduan warga tapi hanya untuk PPDB yang SD dan SMP yang menjadi kewenangannya.
Puncaknya wali kota Bogor turun ke lapangan mengecek sendiri ketidakberesan itu dan menginstruksikan inspektorat turun. Dia menemukan calon peserta didik ada namanya di KK dalam zonasi sekolah tersebut, namun di cek lapangan di alamat KK tersebut, orangnya tidak ada alias fiktif.
Wali Kota Bima Arya pun menunda pengumuman PPDB Sistem Zonasi untuk SMP untuk memverikasi ulang semua dokumen peserta didik. Akhirnya wali kota menggugurkan sejumlah calon peserta didik yang ketahuan “main” dengan memanipulasi KK.
Tak lama dari kejadian itu, walikota memutasi sejumlah kepala sekolah, pejabat Disdik dan pejabat Dukcapil. Sementara untuk proses penegakan hukum, Polresta Bogor menetapkan lima tersangka yang ketahuan memalsukan KK orangtua calon peserta didik. Kita meyakini, yang melapor soal dugaan kecurangan PPDB sistem zonasi bukan cuma orang tua/wali murid SD, SMP, tapi juga SMA.
Yang ditindak baru SMP, sementara SMA “dibiarkan” karena urusan SMA kewenangan gubenur. Kita yakin laporan laporan dugaan kecurangan dalam PPDB Sistem Zonasi untuk SMA sudah diteruskan ke Gubenur Jabar.
Karena tidak ada action konkrit dari Gubenur Jabar kala itu, ya aman-aman saja. Buktinya sampai hari ini semua “baik-baik saja” untuk PPDB Sistem Zonasi SMA, padahal kuat dugaan modus permainnya sama yakni memanipulasi KK.
Apakah PPDB Sistem Zonasi akan dievaluasi? Presiden Jokowi kepada media beberapa waktu yang lalu bilang mau meninjau ulang.
Kabar terbaru, Mahkamah Konsititusi (MK) gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang diajukan oleh Leonardo Siahaan. Dalam perkara nomor 85/PUU-XXI/2023 tersebut, Leonardo ingin agar MK memasukkan larangan penerapan zonasi.
Sebab, sistem zonasi dianggap menyulitkan peserta didik memperoleh pendidikan. Namun, dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai bahwa dalil Leonardo terkait sistem zonasi tak mengandung isu konstitusionalitas yang menjadi ranah MK.
Aturan zonasi penerimaan siswa diatur dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.
Sistem zonasi tersebut banyak kelemahan. Peta koordinatnya pun kurang tepat. Sebab, sistem ini mengutamakan kedekatan jarak dengan memanfaatkan aplikasi peta Google. Sistem zonasi disebut rentan kelebihan kapasitas.
Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan evaluasi pelaksanaan PPDB di daerah, ditemukan fakta bahwa pemerintah daerah kesulitan melakukan pemetaan jumlah usia anak sekolah yang sedang mengikuti PPDB dan jumlah daya tampung yang tersedia di sekolah.
Sistem ini juga disinyalir justru melahirkan dugaan kecurangan baru, yaitu manipulasi kartu keluarga agar anak bisa diterima di sekolah unggulan. Poin terakhir ini yang akhirnya terbongkar hingga Polresta Bogor menetapkan lima orang tersangka.
Jika tahun depan sistem zonasi tetap diberlakukan maka tak ada jalan lain selain memperkuat SOP PPDB. Benar semua dokumen persyaratan di upload ke sistem. Ketika semua dokumen sudah diterima pihak sekolah, pihak sekolah harus melakukan verifikasi faktual dengan mendatangi rumah peserta didik untuk mengecek kesesuaian alamat yang tertera di dokumen kependudukan.
Kedua, mengirimkan dokumen kependudukan calon peserta didik ke Dukcapsil untuk mendapatkan validasi. Dua hal ini yang tidak dilakukan sekolah selama ini yang memunculkan kasus KK Palsu atau mutasi KK yang tidak wajar. Tiba-tiba di KK warga yang kediamannya berada di samping sekolah favorit kemasukan “warga” baru yang tidak dia kenal.
Ini yang saya soroti pada level SMP, karena SMA nyaris tak terawasi lantaran di bawah Propinsi. Jadi “main-main” di PPDB Sistem Zonasi SMA sepertinya lebih leluasa karena kalau pun tahu walikota cuma bisa nonton tanpa bisa menindak karena kewenangannya hanya di SD dan SMP. (*)