Lima ASN Dihadirkan Jaksa KPK Sebagai Saksi Dugaan Suap Auditor BPK RI, Kuasa Hukum Ade Yasin Bilang Begini

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima Aparatur Sipil Negaradari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. (Ali | Pakar)

BANDUNG – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, sebagai saksi untuk terdakwa Bupati nonaktif Ade Yasin pada perkara dugaan suap auditor BPK RI, Rabu (3/8/2022).

Informasi yang dihimpun, lima saksi ASN yang hadir di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor – Bandung itu, antara lain, Sekretaris Daerah (Sekda) Burhanudin, Subkoordinator Pelaporan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Hany Lesmanawaty, Kepala Bidang Akuntansi dan Teknologi Informasi BPKAD Wiwin Yeti Heryati, Sekretaris BPKAD Andri Hadian, dan Kepala BPKAD Teuku Mulya.

Jaksa Penuntut Umum KPK akan menghadirkan sedikitnya 40 saksi pada agenda sidang pembuktian. Saksi-saksi tersebut terdiri dari pegawai lingkungan Pemkab Bogor dan para pengusaha.

Bupati nonaktif Ade Yasin melalui kuasa hukumnya, Dinalara Butar Butar optimistis akan membuktikan bahwa tidak terlibat dalam perkara dugaan suap terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat.

“Kami sangat optimis bisa membuktikan bahwa klien kami tidak bersalah dalam perkara ini,” ujar Dinalara kepada wartawan di PN Tipikor – Bandung.

Menurutnya, meski eksepsi atau nota keberatan terdakwa tidak diterima oleh majelis hakim yang diketuai oleh Hera Kartiningsih, tapi pihaknya meyakini bahwa hakim akan objektif dan menjunjung tinggi keadilan.

“Kami sangat menghargai sekali menghormati putusan sela yang dibacakan majelis hakim hari ini, karena memang putusan sela bukan akhir dari segalanya. Tujuan putusan sela ini untuk memperlancar persidangan,” kata Dinalara.

Dirinya optimistis saksi-saksi yang dihadirkan akan mengungkap ketidakterlibatan Ade Yasin. Terlebih, menurutnya alat bukti KPK tidak lengkap saat menyeret kliennya ke perkara dugaan suap terhadap pegawai BPK.

Ia menyebutkan, mengacu pada Pasal 17 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP), penangkapan terhadap seorang yang diduga melakukan tindak pidana, perlu dilengkapi dengan bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang sah.

Pasalnya, KPK usai penangkapan mengumumkan bahwa penjemputan Ade Yasin sebagai saksi di rumah dinas pada 27 April 2022 sebagai sebuah peristiwa operasi tangkap tangan (OTT).

“Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak menjelaskan dalam dakwaannya apa dua alat bukti yang cukup yang dimiliki KPK sehingga terdakwa harus di-OTT,” tuturnya.

Padahal menurutnya Ade Yasin dijemput petugas KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi atas penangkapan beberapa pegawai Pemkab Bogor dan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.

Dinalara juga mengaku heran karena KPK melakukan penjemputan Ade Yasin sebagai saksi pada dini hari sekitar pukul 03.00 WIB.

“Kalau memang mau meminta keterangan kenapa tidak dilakukan penjemputan di jam normal, atau memanggil Ade Yasin ke KPK kan bisa,” ujar Dinalara.

Ade Yasin didakwa oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi memberi uang suap Rp1,9 miliar untuk meraih predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga telah menjadi tersangka pada perkara tersebut.

“Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara,” kata Budiman. =ALI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.