Kata Kuncinya Batasi Mobilitas Oleh: Dr David Rizar Nugroho, MSi

David Rizar Nugroho. IST

ANGKA transmisi Covid-19 sudah tembus 2 Juta. Di Pulau Jawa sudah hampir merah semua zonanya. Bed Occupancy Red (BOR) sudah melewati batas yang di tetapkan WHO. Artinya, tak lama lagi rumah sakit tak akan bisa menampung pasien Covid-19.

Wisma atlet Jakarta data hari ini tinggal 700 an Bed yang tersedia. Lantas mau di rawat di mana pasien yang baru berdatangan jika RS penuh semua? Akankan kengerian yang terjadi di India terjadi di Indonesia? Mungkin saja!
Kenapa ini bisa terjadi? Saya ingin langsung menjawabnya: karena rendahnya disiplin rakyat Indonesia, termasuk saya di dalamnya.

Orang Indonesia itu paling sulit patuh dengan aturan. Paham, mengerti dan tahu dampak Covid karena belum kena menganggap enteng dan sebabnya melanggar. Kenapa orang Eropa bisa bebas nonton di stadion saat Piala Eropa tanpa masker? Bisa berjingkrak jingkrak saat gol datang dan berpelukan? Karena mereka paruh dengan prokes. Stadion membatasi jumlah penonton dan penonton yang monoton saya yakin sudah menjalani swab semua jadi bisa menonton dengan save.

Di Indonesia? Ada tes swab gratis di Jembatan Suramadu malah didemo.
Apa kata kunci mengatasi gelombang kedua transmisi Covid 19? Saya tegaskan: batasi mobilitas. Virus ini bertransmisi karena ada interaksi manusia. Interaksi terjadi karena tingginya mobilitas. Jadi saat ini yang harus dikerjakan negara adalah membatasi ketat mobilitas warganya.

Artinya selama dua pekan ke depan rakyat harus lebih banyak di rumah. Kampanye persis saat di awal covid-19: di rumah saja. Bersandar pada himbauan dan kesadaran rakyat? Saya jawab tidak. Membatasi mobilitas harus di paksa. Karena orang Indonesia itu lemah disiplinnya, cenderung senang melanggar, susah di kasih tahu jadi harus dipaksa dengan ketegasan.

Saya kok lebih suka PSBB daripada PPKM Mikro. PPKM Mikro bagus konsepnya nihil aplikasinya. Saya tinggal di perumahan, apakah ada Satgas Covid dari kelurahan yang patroli? Saya jawab tegas tidak ada. PPKM Mikro itu gak punya aparat di bawah, kalau pun ada terbatas. Bikin spanduk aja puyeng anggarannya dari mana.

Menurut saya saatnya polisi, TNI dan Satpol PP keluar dari barak. Dua minggu saja. Semua di cek diperiksa yang tidak berkepentingan di suruh pulang. Memang berdampak ke ekonomi pastinya. Ya tidak apa-apa ini demi nyawa manusia, dua minggu saja pasti transmisi covid akan melandai.

Kita tahu semua sudah lelah, karena susah 1,5 kita berperang dengan virus mematikan ini. Kita lelah, virusnya belum malah bermutasi, makin cepat penularannya. Kondisi di lapangan sungguh mengkhawatirkan. Vaksinasi penting, membatasi mobilitas jauh lebih penting karena penularan terus terjadi dengan virus varian baru jika interaksi tidak di kurangi.

Saya berharap presiden bicara dan perintahkan polisi, TNI, Satpol PP dan juga sekalian ASN di terjunkan ke lapangan intuk menegakkan aturan. Orang Indonesia itu takutnya sama aparat daripada aturan. Semoga pandemi ini segera berakhir!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.