CIBINONG – Mantan karyawan Jungleland Adventure (JLA) Sentul, menuntut pembayaran pesangon dan upah kepada pihak managemen lantaran sudah hampir 2 tahun telah tertunggak.
Menurut ketua tim eks karyawan JLA Sentul, Subandi menuturkan, dirinya bersama ke-22 mantan karyawan Jungleland Adventure Theme Park Sentul lainnya menuntut atas haknya yang belum terbayar hampir memasuki 2 tahun ini.
Parahnya, tuntutan dirinya yang sudah memasuki kurang lebih setahun itu hingga kini tak kunjung ditunaikan managemen JLA Sentul tersebut, sampai-sampai agenda mediasi ketiga yang difasilitasi dinas tenaga kerja (Disnaker) Kabupaten Bogor harus diundur yang semestinya dijadwalkan pada Rabu 20 Juli 2022 pada pukul 11.00 WIB hari ini.
“Kami merasa kecewa dengan ketidak hadirannya perwakilan dari management JLA Sentul, yang seharusnya hadir dalam mediasi pada hari ini, tapi tidak ada kabar yang jelas sampai waktu mediasi ketiga digelar,” ujar Subandi saat ditemui di Cibinong, Rabu (20/7/2022).
Subandi mengaku, pihaknya merasa kecewa atas ketidak hadirannya pihak manajemen JLA yang tidak datang dalam mediasi ketiga tanpa adanya kabar yang pasti.
Sebab, mediasi ketiga atau terakhir yang semestinya sudah menghasilkan kesepakatan bersama atau perjanjian luar biasa dengan disaksikan pihak Disnaker setempat harus kembali menunggu hingga pekan depan.
“Kami selaku mantan eks karyawan JLA Sentul saat ini hanya menuntut hak-hak kami atas upah dan pesangon yang belum dibayarkan oleh management Jungleland Adventure terhitung sudah hampir 2 tahun,” ucapnya
Lanjut dia, pesangon serta upah dirinya beserta ke 22 eks karyawan JLA bernilai mencapai Rp5 milar lebih.
Menurut dia, untuk secara pribadi terhadap dirinya itu pihak JLA harus melunasi upah dan pesangon kepadanya senilai Rp319.073.151 juta.
“Sementara kalau ditotalkan untuk 23 eks karyawan yang saat ini tergabung di kami, dikisaran Rp5.016.892.149 milar,” tuturnya.
Lebih lanjut ia memaparkan, meskipun telah adanya Outstanding yang telah disepakati pihak JLA beberapa waktu lalu dengan membayar seluruh upah dan pesangon mantan eks karyawannya yang berjumlah kurang lebih 400 orang, dengan dibayarkan secara mencicil tiap bulannya, dirinya secara mengaku menolak hal tersebut.
“Masa dicicil, mau sampai kapan selesainya kalau dicicil perbulannya hanya dikisaran Rp500 ribu. Sementara akumulasi total yang mesti mereka bayarkan ke saya saja di angka 316 juta rupiah kurang lebih, mau sampai kapan beresnya saya tanya,” bebernya.
“Padahal dari Outstanding waktu itu, yang mestinya JLA mencicil pesangon dan upah eks karyawannya di kisaran Rp1 perbulannya ke 400 orang. Tapi pelaksanaannya mereka (JLA, red) sudah tidak komitmen. Makanya saya menolak untuk dicicil, dan saya dalam hal ini bersama 22 eks karyawan JLA lainnya juga hanya menuntut hak kami sesuai dengan peraturan yang ada,” geramnya.
Sementara itu, kuasa hukum ke-23 eks karyawan JLA Sentul dari Law Firm Odie Hudiyanto & Partner’s, Mila Ayu Dewata Sari mengungkapkan, buruh PT Jungleland Asia (Jungle Adventure Theme Park Sentul) sampai saat ini masih menderita terus menderita karena tidak ada kepastian pembayaran atas pesangon dan upah yang tertunggak selama hampir dua tahun.
Baginya, Subandi dkk. yang berjumlah 23 orang kini tengah berjuang menuntut hak-nya di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bogor.
“Subandi dan kawan-kawan adalah kelompok pertama yang berani melawan dan menuntut kelompok usaha Bakrie tersebut,” jelas Mila.
Untuk diketahui, kata dia, Subandi DKK merupakan pekerja tetap berdasarkan perjanjian kerja.
Selain itu, ada beberapa pekerja kontrak yang demi hukum telah menjadi pekerja tetap karena perjanjian kerja waktu tertentu hanya bisa diberlakukan untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama tiga tahun, surat keterangan kerja yang dikeluarkan Pengusaha yang menerangkan jabatan terakhir para pekerja merupakan jenis pekerjaaan yang bersifat tetap dan PKWT tersebut tidak pernah dicatatkan di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bogor sehingga melanggar Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
“Subandi sejak Februari 2020 tidak dibayar upahnya oleh Jungleland Sentul dan selanjutnya perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja sejak Juni 2020 tanpa alasan yang sesuai ketentuan aturan ketenagakerjaan,” bebernya.
Menurutnya Mila, pada saat perusahaan menghentikan operasionalnya, perusahaan tidak membuat kesepakatan dengan Para Pekerja tentang pelaksaan waktu kerja dan pengupahan sebagaimana yang diamanatkan di Surat Edaran Nomor. M/3/HK.04/III/2020 ttg Pelindungan Pekerja dan Kelangsungan Usaha dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19.
Baginya, hal ini tentu sangat bertentangan dengan aturan yang dibuat oleh Menteri Ketenagakerjaan yang telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor. M/3/HK.04/III/2020 ttg Pelindungan Pekerja dan Kelangsungan Usaha dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 pada pasal 4 mengatur bahwa “Bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh”.
“Dengan demikian PHK dengan alasan adanya pendemi Covid 19 tidak tepat dijadikan alasan untuk melakukan PHK kepada para buruh Jungleland Sentul,” ucap Mila.
Oleh karenanya, sambung dia, para pekerja di PHK tanpa kesalahan apapun. PHK yang dilakukan oleh perusahaan adalah karena alasan efisiensi sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Pasal 43 ayat (2) yaitu : “Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian maka Pekerja/Buruh berhak atas: uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).
Selain itu ada 2 (dua) orang pekerja yaitu Gustur Rachmana dan Muhammad Aulia yang di PHK karena pensiun sebelum UU Cipta Kerja dan PP 35 berlaku.
“Keduanya berhak mendapatkan kompensasi sesuai UU Ketenagakerjaan No 13/2003 yaitu 2(dua) kali pasal 156 ayat (2), ditambah pasal 156 ayat (3) dan Pasal 156 ayat (4),” terangnya.
Atas kronologi diatas maka Subandi dkk. menuntut agar perusahaan membayar :
- Kompensasi PHK untuk para pekerja yang berjumlah 21 orang adalah sebesar Rp 3,666,322,877,- (tiga miliar enam ratus enam puluh enam juta tiga ratus dua puluh dua ribu delapan ratus tujuh puluh tujuh rupiah),
- Kompensasi PHK untuk Gustur Rachmana dan Muhammad Aulia adalah sebesar Rp 525,249,609,- (lima ratus dua puluh lima juta dua ratus empat puluh Sembilan ribu enam ratus Sembilan rupiah).
3. Upah tertunggak Para Pekerja sejak Februari 2021 yang berjumlah Rp 3.763.727.478,- (tiga miliar tujuh ratus enam puluh tiga juta tujuh ratus dua puluh tujuh ribu empat ratus tujuh puluh delapan rupiah).
- Upah proses selama 6 bulan kepada Para Pekerja sebesar Rp 1,328,374,404,- (satu miliar tiga ratus dua puluh delapan juta tiga ratus tujuh puluh empat ribu empat ratus empat rupiah) sebagaimana ketentuan PP 78 Tahun 2015 Pasal 25, Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Jo putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 19 September 2011 atas uji materi Nomor 37/PUU-IX/2011 yang isinya secara tegas menyatakan Pengusaha wajib tetap membayarkan upah sampai adanya putusan hukum yang memiliki kekuatan hukum yang tetap dan SEMA Nomor 3 Tahun 2015 Rumusan Kamar Perdata (Perdata Khusus) Perselisihan Hubungan Industrial Upah Proses Tentang Batasan Lamanya Upah Proses yaitu Pasca Putusan MK No. 37/PUU-IX/2011, tertanggal 19 September 2011 terkait upah proses maka isi amar putusan adalah menghukum pengusaha membayar upah proses selama 6 bulan
“Saya harap dengan adanya gugatan oleh client kami ini, dapat menghasilkan sesuai harapan sebagaimana mestinya,” tuturnya.
Lebih jauh ia mengutarakan, terkait media ketiga yang gagal dilakukan di diruang mediasi Disnaker Kabupaten Bogor pada Rabu 20 Juli 2022 sekira pukul 11.00 WIB, pihaknya mengaku sangat mengecewakan. Terkesan, kata Mila, pihak JLA sangat menyepelekan para clientnya itu yang notabane dulu pernah membesarkan perusahaan Bakrie tersebut.
“Diundurnya mediasi ketiga ini akibat ketidak hadirannya perwakilan JLA Sentul tentu sangat membuat saya dan client kami ini sangat kecewa, karena dari hasil mediasi kedua beberapa waktu lalu sudah terdapat titik temu tinggal hanya disepakati melalui mediasi ketiga ini mau dibawa kemana dan seperti apa kasus ini. Apalagi saya pribadi kasihan melihat teman-teman yang sudah datang untuk mediasi ketiga datang dari jauh harus diundur mediasinya di kantor Disnaker kabupaten Bogor,” tegas Mila.
“Kalau memang tidak hadir, harusnya pihak JLA Sentul konfirmasi ke saya selaku kuasa hukum rekan-rekan eks karyawan JLA, kan mereka sudah punya nomor kontak saya. Apa perlu kasus ini kita bahwa ke tingkat Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di pengadilan negeri Cibinong,” tandasnya. =YUS