Desak Dinas Beberkan Tempat Usaha Yang Sudah Diberi Izin Jual Minol Diatas 5 Persen

Suasana rapat dinas dan perwakilan DPRD Kota Bogor, belum lama ini. IST

BOGOR – Anggota DPRD Kota Bogor yang juga Sekretaris Komisi II DPRD Kota Bogor Atty Somaddikarya menyoroti persoalan minuman keras (miras) atau minuman beralkohol (minol) yang belakangan ramai jadi perbincangan di Kota Bogor.

Hal itu diungkapkan dalam rapat kerja dengan Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan Perindustrian (Diskop UKM-Perdagin) di ruang rapat komisi II DPRD Kota Bogor, belum lama ini.

Salah satunya membahas terkait izin penjualan minol yang marak dijajakan di kafe dan restoran, serta Tempat Hiburan Malam (THM) di Kota Bogor. Atty pun meminta dinas dapat menunjukan bukti perizinan yang dikeluarkan tentang minol tersebut.

“Resto mana saja, kafe mana saja yang telah mengantongi izin penjualan minuman beralkohol diatas 5 persen yang termasuk golongan B dan C hingga diatas 45-55 persen kandungan alkoholnya,” katanya saat rapat, beberapa waktu lalu.

Apalagi, kata dia, dalam aturan kementrian perdagangan golongan B dan C diserahkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda).

Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Pemkot Bogor oleh Wali Kota Bogor Bima Arya beserta jajarannya, terkuak bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan izin penjualan minol diatas 5 persen.

“Dengan begitu harus dibuktikan ucapan dan tindakannya. Kalau yang sudah terbit, yang sudah keluar izinnya, harus dicabut. (Hal itu harus dilakukan) kalau memang Kota Bogor ingin bebas dari penjualan minuman beralkohol diatas 5 persen,” jelas Atty.

Pihaknya pun meminta data akurat dari Dinas KUKM-Perdagin untuk menyerahkan data sebagai bahan kajian dan evaluasi.

Tak hanya itu, dalam waktu dekat pihaknya juga akan melakukan sidak ke beberapa kafe dan restoran untuk memastikan perizinan penjualan minol.

“Kita akan sidak dengan tidak menggunakan atribut kelembagaan (DPRD, red). Kalau sampai kita temukan di beberapa resto, kafe dan THM menjual minol diatas 5 persen, saya akan telepon wali kota langsung,” tegasnya.

Jika hal itu terjadi, kata Atty, berarti ada kelonggaran bahkan kelengahan pengawasan dari eksekutif dan legislatif.

“Kita harus duduk bersama, jangan sampai dinas mengeluarkan izin minolnya, tapi statement wali kota-nya berbeda,” imbuh Atty.

Menurutnya, jika mengacu pada perwali 74 tahun 2015, sudah diatur secara jelas bahwa pelaku usaha yang boleh menjual minol di atas 5 persen yakni resto dan hotel bintang 3 keatas.

Saat diperlihatkan data oleh dinas terkait dalam rapat tersebut, sambung dia, terkuak juga bahwa ada satu pelaku usaha yang memiliki izin minol diatas 5 persen atau golongan B-C.

Buatnya, hal itu menjadi sebuah kontradiksi lantaran F1 menegaskan tidak akan mengeluarkan rekomendasi untuk izin minol golongan B-C.

“Ada satu (pelaku usaha, red) dikeluarkan izinnya (minol B-C) pada Agustus 2021. Data yang diterima dari penjualan minol di atas 5 persen, masih ada di salah satu resto yang punya izin. Ini menjadi fakta terbalik dengan pernyataan wali kota bahwa tidak akan memberi rekomendasi izin minol di atas 5 persen di Kota Bogor,” tukasnya.

“Pasca kasus di salah satu THM yang infonya menuai keributan, pernyataan pak wali dengan sidak di berbagai kafe resto dan THM akhir-akhir ini membuat peryataan tidak akan mengeluarkan (rekomendasi) izin minol golongan B-C,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Dinas KUKM Perdagin Kota Bogor, Ganjar Gunawan membenarkan bahwa ada salah satu pelaku usaha di Kota Bogor yang sudah mengantongi izin minol golongan B-C. Ia beralasan, izin sudah keluar dengan dasar sesuai perwali nomor 74 tahun 2015. Isinya, jika pelaku usaha ingin menjual minol golongan B-C, maka harus memiliki sertifikasi bintang tiga keatas.

“Kalau jual (minol) golongan B-C, maka syaratnya sesuai Perwali 74 tahun 2015, itu harus punya sertifikasi bintang 3 ke atas,” ujarnya.

Di sisi lain, Ganjar menjelaskan bahwa penjualan minol meliputi beberapa rantai. Pertama rantainya dari importir, kemudian ke distributor, kemudian sampai ke sub distributor. Lalu sampai ke pengecer dan penjual langsung.

“Ini izinnya mereka dikeluarkan dari Kementrian Perdagangan melalui Online Single Submission (OSS). Kecuali kategori penjual langsung dengan golongan B dan C, saya bilang tadi, dikeluarkan dari daerah masing-masing,” kata Ganjar.

Dari situ, mereka yang telah mengantongi izin dari Kementrian Perdagangan memiliki Surat Keterangan Penjualan Langsung (SKPL-A).

“SKPL-A ini lah yang dimiliki dan menjadi bekal, kita tidak bisa kontrol karena yang keluarkan kementerian. Si kafe resto ini, dia harus memiliki izin penjual langsung, kalau dia jual Golongan A, maka harus mengurus SKPL-A di Kemendag. Sementara kafe resto yang ada sekarang itu, kenapa nggak punya izin penjual langsung Golongan B-C, karena mereka tidak memiliki sertifikasi bintang 3,” tuntas Ganjar.=ROY

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.