BULD DPD RI Soroti Permasalahan Perizinan Tambang di Daerah

BULD DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pakar pertambangan.(dpd)

JAKARTA – Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI menilai perlu adanya perbaikan regulasi perizinan di sektor pertambangan dan kehutanan. Problematika tersebut terjadi karena adanya perubahan pengalihan kewenangan dari daerah ke pusat.

Terkait hal tersebut BULD menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pakar pertambangan untuk menggali informasi tentang problematika perizinan di sektor pertambangan dan kehutanan serta perbaikan tata kelola pertambangan Indonesia dalam rangka pembangunan berkelanjutan dan implikasinya terhadap daerah.

Ketua BULD DPD RI Stefanus BAN Liow menjelaskan pihaknya saat ini sedang fokus pada pemantauan Perda dan Ranperda yang berkaitan tentang pertambangan.

Menurutnya, kewenangan pemda yang diambil alih oleh pusat saat ini mengakibatkan sistem perizinan berubah, baik dibidang pertambangan maupun kehutanan. Dinamika kembali bergulir dengan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD), dan munculnya UU Cipta Kerja membuat implikasi kepada kewenangan daerah.

“Terkait permasalahan peralihan kewenangan perizinan ke pusat, daerah harus melakukan penyesuaian melalui Perda dan Ranperda terhadap peraturan perundang-undangan di atasnya. Selain itu BULD juga menyoroti dampak negatif yang terjadi pada masyarakat daerah akibat eksploitasi tambang,” ungkap Stefanus BAN Liow saat membuka RDP tersebut, di Gedung DPD RI Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (14/9/22).

Pada kesempatan tersebut, Pakar Hukum Pertambangan sekaligus pengajar di Universitas Tarumanegara Jakarta Ahmad Redi, mencermati persoalan terkait pelaksanaan legislasi/regulasi minerba terutama masalah perizinan, kegiatan usaha pertambangan, serta dampak lingkungan hidup serta implikasinya terhadap kewenangan di daerah.

“Tata kelola SDA di daerah ini butuh intervensi luar biasa dari DPD RI, karena ini menyangkut masyarakat di daerah, saya kira jika DPD bisa mendorong dan mencari solusi akan permasalahan ini akan luarbiasa efeknya bagi daerah,” ujar Ahmad Redi.

Senada dengan itu, Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Tata Kelola Sumber Daya Ekstraktif Migas, Pertambangan dan SDA Aryanto Nugroho mengatakan dalam pengelolaan SDA di Indonesia terkait tata kelola pasti berbicara tentang partisipasi, akuntabilitas dan transparansi.

Menurutnya, fenomena saat ini daerah yang mempunyai SDA tinggi mempunyai kecenderungan miskin dan tertinggal dan tidak sebanding dengan dengan SDA yang sudah dieksploitasi. 

Lebih lanjut Aryanto menambahkan, beberapa hal yang harus dilakukan adalah sinkronisasi regulasi, membentuk unit pengawas di daerah, memperbaiki mekanisme keterbukaan informasi perizinan, integrasi kanal pengaduan dan mekanisme penanganan, mengembangkan mekanisme kolaboratif untuk akuntabilitas izin pertambangan.

“Mirisnya sebagian besar daerah yang kaya akan SDA kemiskinannya rata-rata tinggi, dan laju perekonomian di daerah tersebut rendah, ini yang harus diperbaiki dampak dari eksploitasi tersebut, agar dari dampak negatif menjadi transisi energi yang berdampak baik bagi daerah itu,” ungkap Aryanto. =MHD

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.