MEGAMENDUNG – Aliansi Masyarakat Bogor Selatan (AMBS) mendukung penuh gugatan Ketua Forum Paguyuban Petani Kabupaten Bogor, Iwan Dermawan terhadap Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor terkait HGU yang dikeluarkan pada tahun 2008 lalu.
Ketua AMBS, Muksin mengatakan, persoalan masyarakat penggarap dengan PTPN VIII Gunung Mas terus terjadi. Alhasil, masyarakat terus menjadi korban.
Padahal, tak sedikit masyarakat sudah menggarap lebih dari 15 tahun. Selain itu lahan yang digarap masyarakat juga karena dianggap terbengkalai atau tidak ada aktivitas perkebunan.
Namun anehnya, BPN sebagai badan yang seharusnya berpihak pada yang benar malah berpihak pada kepentingan sebuah perusahaan besar seperti yang saat ini sedang terjadi dengan lahan di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, dimana salah satu pemilik lahan garap mengaku bingung dengan keluarnya HGU yang dinilai cacat hukum.
“Kami tahu di wilayah itu tidak pernah ada kegiatan perkebunan teh, jadi agak aneh kalau akhirnya di klaim PTPN VIII Gunung Mas, dan BPN malah mengeluarkan HGU,” ungkapnya.
Selain itu, AMBS juga mengkritisi soal Kerjasama Operasional (KSO) yang dikeluarkan PTPN VIII Gunung Mas secara jor-joran, yang tidak memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan akibat aktivitas KSO.
“Kami yang jelas dukung masyarakat yang digugat PTPN VIII Gunung Mas, untuk melakukan upaya hukum, termasuk yang dilakukan Iwan Dermawan,” pungkasnya.
Sementara, Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Rudy Susmanto mengaku mendukung upaya hukum yang dilakukan masyarakat penggarap demi mencari kebenaran.
“Apapun yang dilakukan masyarakat terkait kejelasan lahannya, kami sangat mendukung agar penggarap menjadi jelas,” bebernya.
Namun begitu, ia meminta masyarakat untuk siap menerima hasil yang sudah menjadi ketetapan hukum
“Proses gugatan silahkan lakukan, tapi tetap harus legowo pada hasil putusan,” tegasnya.
Sebelumnya gugatan terhadap BPN dilakukan Ketua Forum Paguyuban Petani Kabupaten Bogor, Iwan Dermawan yang secara eksisting yang sudah menerima pelimpahan hak garap lahan sejak tahun 1997 lalu menyesalkan BPN Kabupaten Bogor yang telah mengeluarkan sertifikat HGU dilahan yang telah ditelantarkan puluhan tahun dan sudah dikuasai puluhan tahun masyarakat.
“Kok lahan yang ditelantarkan, puluhan tahun, lalu digarap warga sudah puluhan tahun, tiba-tiba muncul sertifikat HGU dari BPN,” ujar Iwan Dermawan yang juga tercatat sebagai Bendahara di Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara-JP) Kabupaten Bogor.
Untuk itu, selain menggugat BPN dan sudah akan memasuki masa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), para petani atau penggarap juga akan mengadukan persoalan ini ke Presiden Jokowi untuk meminta keadilan.
“Tujuan kami mengirimkan surat ke pak presiden untuk meminta perlindungan. Kami disini sebagai rakyatnya membutuhkan keadilan. Dan surat itu sedang kami konsep,” ujar Iwan Darmawan, salah satu penggugat BPN.
Ia berharap, dengan berkirim surat ke presiden akan ada respon balik dari istana. Tak hanya itu, ia pun tak ingin memperkeruh situasi dengan melakukan tindakan anarkis.
“Kami tidak ingin melakukan hal apapun yang melanggar hukum. Kami sepenuhnya menghormati proses hukum yang tengah berjalan. Namun kami berharap, pak presiden bisa membela kami yang selama puluhan tahun menggarap lahan ini,” bebernya
Iwan menggambarkan, sebagai bukti pihaknya menghargai proses hukum, bisa dilihat saat dilakukannya sidang lapangan oleh Tim Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung beberapa waktu lalu.
“Ketika akan dilaksanakan sidang lapangan, sempat ada beberapa orang datang ke lokasi yang sepertinya tengah memantau situasi, entah itu dari pihak mana. Kami sempat curiga mereka dari pihak tertentu yang mau bikin kisruh situasi. Tapi kami coba untuk menahan diri,” bebernya
Meski sempat merasa ada upaya intimidasi, namun pihaknya mengaku tak gentar. Karena, pihaknya tetap konsisten memperjuangkan haknya serta petani penggarap lainnya.
“Ya kami tidak akan gentar, karena kami tengah memperjuangkan hak-hak kami. Jadi gak ada istilah kami harus mundur,” tegasnya.
Sekedar diketahui, ada 9 sertifikat Hak Guna di Megamendung dan Cisarua Bogor. Digugat banyak pihak di Mabes Polri dan Polda Jabar Termasuk di dalamnya adalah lahan milik markaz Syariah di desa tersebut. Tidak tanggung-tanggung ratusan hektar di sekitar pengembangan proyek Eiger itupun bermasalah di pengadilan.
Salah satunya adalah HGU Kelompok Tani Mina Agro Wisata dengan luas garapan sekitar 70 hektar.
Iwan menambahkan, lahan yang di tempatinya bersama 9 Sertifikat HGU yang digugat adalah resmi pelepasan HGU dari perkebunan teh PTPN Cikopo Selatan. Secara real di lapangan tidak ada lagi perkebunan teh aktif yang di budidayakan dan berganti dengan tanaman sayuran dan peternakan sapi dan domba.
Lanjut dia, Pelepasan hak garap dari negara melalui PTPN VIII di Megamendung Bogor itupun kini masih berproses hukum, Kepala Kantor ATR / Badan Pertanahan Kabupaten Bogor Sepyo Achanto dalam sebuah kesempatan juga memberikan kesempatan kepada warga untuk melakukan klarifikasi Hak Guna lahan yang diperkarakan.
Sudah puluhan kali sidang sengketa sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) lahan di Kecamatan Megamendung berlangsung di Pengadilan Tinggi Bandung dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
“Iyah Kondisi itupun semakin meresahkan dengan keterlibatan aparat keamanan yang mengintimidasi warga yang tidak memiliki pelindung orang kuat di belakangnya,” tandasnya. =YUS